Senin, 08 April 2013

Hak asasi manusia dan eksistensi bangsa Indonesia



Pengertian dan istilah-istilah :
  1. Eksistensi
Menurut Prof. Dr. Sukamto Satoto, SH, MH, sampai saat kini tidak ada satupun tulisan ilmiah bidang hukum, baik berupa buku, disertasi maupun karya ilmiah lainnya yang membahas secara khusus pengertian eksistensi. Pengertian eksistensi selalu dihubungkan dengan kedudukan dan fungsi hukum atau fungsi suatu lembaga hukum tertentu.

Sjachran Basah mengemukakan penegrtian eksistensi dihubungkan dengan kedudukan, fungsi, kekuasaan atau wewenang pengadilan dalam lingkungan bada peradilan administrasi di Indonesia.
Dari dua pengertian tersebut, maka dalam makalah ini eksistensi diartikan sebagai keberadaan atau kedudukan hak asasi manusia dalam sistem hukum di Indonesia.
  1. Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia tidak hanya berkaitan dengan proteksi bagi individu dalam menghadapi pelaksanaan otoritas negara atau pemerintah dalam bidang-bidang tertentu kehidupan mereka, tetapi juga mengarah kepada penciptaan kondisi masyarakat oleh negara dalam mana individu dapat mengembangkan potensi mereka sepenuhnya.
  1. Sistem Hukum
Menurut Shorde dan Voich, sistem mempunyai dua pengertian, yang pertama adalah pengertian sistem sebagai jenis satuan yang mempunyai tatanan tertentu. Tatanan tertentu di sini menunjuk kepada suatu struktur yang tersusun dari bagian-bagian. Kedua, sistem sebagai suatu rencana, metoda atau prosedur untuk mengerjakan sesuatu.
Hukum sebagai ilmu pengetahuan merupakan satu sistem. Peraturan-peraturan hukum yang berdiri sendiri-sendiri diikat dalam satu susunan kesatuan yang disebabkan mereka itu bersumber pada satu induk penilaian etis tertentu.


Eksistensi HAM dalam Sistem Hukum di Indonesia

Membahas mengenai sistem hukum Indonesia tidak bisa dilepaskan dari sistem hukum yang berlaku di dunia. Terdapat beberapa sistem hukum di dunia yang mempengaruhi sistem hukum Indonesia, diantaranya civil law system, Common Law Sistem dan Religion Law Sistem atau Sistem Hukum Islam. Terlepas dari sistem hukum yang dianut dalam negara Indonesa, hal yang terpenting dalam pengaturan HAM di Indonesia adalah kemauan politik pemerintah.

Konsep HAM yang pada hakikatnya juga konsep tertib dunia akan menjadi cepat dicapai kalau diawali dari tertib politik dalam setiap negara. Artinya kemauan politik pemerintah, antara lain berisi tekad dan kemauan untuk menegakkan HAM dapat menjadi masalah. Ketika hal ini menjadi bagian dari kemauan pemerintah internal, benturan dalam masyarakat bisa saja terjadi, khususnya antara suprastruktur dan infrastruktur. Konflik terjadi sebagai akibat adanya perbedaan titik tekan prioritas. Kalau prioritas ditekankan kepada stabilitas dengan alasan memperkuat lebih dahulu basis ekonomi, pemberian HAM dapat dinomor duakan. Sistem politik sentralistik yang menerapkan sistem ini. Sebaliknya, sistem politik demokrasi dapat memberikan kebebasan dan menjamin Hak Asasi. Ketentraman dan kepuasan batin warga menjadi prioritas utama. Aturan hukum yang diciptakan cukup akomodatif.

Untuk mengamati kedudukan HAM dalam sistem hukum di Indonesia diperlukan analisa terhadap unsur dalam sistem hukum itu sendiri. Menurut Lawrence Meir Friedman (1975,1998) terdapat tiga unsur dalam sistem hukum, yakni Struktur (Structure), substansi (Substance) dan Kultur Hukum (Legal Culture). Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui eksistensi HAM dalam sistem hukum Indonesia selain pada tataran konsep juga dalam tataran praktek.
  1. Substansi Hukum (Legal Substance)
Substansi juga berarti produk yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam sistem hukum yang mencakup keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun. Substansi juga mencakup hukum yang hidup (living l­aw), bukan hanya aturan yang ada dalam kitab undang-undang (law books). Idealnya tatanan hukum nasional mengarah pada penciptaan sebuah tatanan hukum nasional yang bisa menjamin penyelenggaraan negara dan relasi antara warga negara, pemerintah dan dunia internasional secara baik. Tujuan politik hukum yaitu menciptakan sebuah sistem hukum nasional yang rasional, transparan, demokratis, otonom dan responsif terhadap perkembangan aspirasi dan ekspektasi masyarakat, bukan sebuah sistem hukum yang bersifat menindas, ortodoks dan reduksionistik.

Substansi hukum berkaitan dengan proses pembuatan suatu produk hukum yang dilakukan oleh pembuat undang-undang. Nilai-nilai yang berpotensi menimbulkan gejala hukum dimasyarakat dirumuskan dalam suatu peraturan perundang-undangan. Sedangkan pembuatan suatu produk perundang-undangan dipengaruhi oleh suasana politik dalam suatu negara.

Dalam kaitannya dengan HAM, negara Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang menghormati dan menjunjung tinggi HAM. Hal tersebut dapat ditelusuri dalam Pancasila sebagai dasar negara Indonesia yang terdiri atas lima sila, ditambah dengan Pembukaan UUD 1945 dalam alinea pertama yang menyatakan: Kemerdekaan ialah hak segala bangsa serta penjajahan harus dihapuskan. Serta dalam alinea kedua yang menyatakan: Kemerdekaan negara menghantarkan rakyat merdeka, bersatu, adil dan makmur.

Pemasukan unsur-unsur HAM dalam peraturan perundang-undangan telah disadari oleh para pendiri negara Indonesia sebagai sesuatu yang wajib ada dalam negara yang berasaskan demokrasi. Dalam tataran makro, HAM telah digariskan dalam Pembukaan UUD 1945. Kemudian diformalkan dalam bentuk peraturan perundang-udangan oleh lembaga politik/DPR dan dioperasionalkan/dilaksanakan oleh pejabat/aparat negara dalam bentuk peraturan pemerintah/peraturan lainnya sebagai pegangan para pejabat.

Sebagaimana telah dijelaskan diatas, konsep HAM yang berlaku secara universal melalui hukum Internasional membebankan kepada Indonesia sebagai salah satu anggota PBB untuk meratifikasi kedalam peraturan perundang-undangan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu contoh adalah Konvenan Internasional Hak-Hak Sipol (International Covenan on Civil and Political Rights) yang dalam makalah ini disingkat ICCPR.


FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSISTENSI HAM DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA.

Sebagaimana telah dijelaskan dimuka bahwa perkembangan HAM di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari sejarah berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasang surut HAM yang dialami bangsa ini yang dimulai sejak era kemerdekaan (1945) hingga sekarang, telah mengalami banyak kemajuan. Bergulirnya reformasi (1998) dijadikan tonggak awal bangkitnya HAM di Indonesia, terlepas dari penyelesaian kasus HAM yang belum maksimal.
Pembentukan negara adalah manifestasi keinginan untuk melindungi HAM. Sebagaimana telah dijabarkan dalam konstitusi bahwa negara memperoleh kekuasaan dari warga negara sebagai pemegang kedaulatan semata-mata untuk memenuhi dan melindungi hak asasi warga negara. Dengan demikian negara kemudian dipresentasikan oleh aparatur negara memiliki kewenangan sebagai pemberian jaminan perlindungan dan penghormatan HAM sebagai bagian hak konstitusi warga negara. Akan tetapi, alasan melindungi hak asasi, negara justru sebaliknya, seringkali mengabaikan hak-hak itu dan bahkan melanggar HAM.
Pasang surutnya HAM dalam sistem hukum di Indonesia lebih disebabkan oleh faktor sosial budaya, tendensi politik dan berbagai kepentingan individu serta kelompok yang terlalu dominan dalam terciptanya HAM di Indonesia. Dari beberapa faktor tersebut tendensi politik rezim yang berkuasa menempati posisi yang penting. Tendensi politik sangat menentukan pengakuan HAM yang diwujudkan dalam peraturan perundang-undangan dan pelaksanaan dilapangan.
Tendensi politik penguasa yang diformulasikan sedemikian rupa sehingga menjadi kehendak negara. Apabila sudah menjadi kehendak negara maka akan dengan mudah penguasa melalui kekuasaan yang dimilikinya membelokan kepentingan masyarakat dan menggantikannya dengan kepentingan penguasa.
Relasi yang sangat erat antara produk hukum sebagai proses politik hukum dengan kepentingan politik dalam penyusunan undang-undang di DPR. DPR yang terdiri dari beragam partai politik yang masing-masing memiliki agenda politik tertentu, yang dalam banyak proses penyusunan undang-undang digunakan sebagai kerangka berpikir dalam meloloskan suatu undang-undang. Bila undang-undang yang diajukan pemerintah tidak menguntungkan bagi mereka, mereka berupaya agar undang-undang itu diubah atau tidak diloloskan, demikian juga sebaliknya.


Kesimpulan dan Saran 

1. Perlu adanya peningkatan kesadaran, wawasan, moral dari aparat penegak hukum, aparatur pemerintah dan warga negara terhadap HAM sehingga akan meminimalisir pelanggaran HAM di Indonesia.
 


2. Perlu adanya pengawasan yang ketat dari semua pihak terhadap iklim demokratis dan penegakan hukum oleh penguasa agar terjaminnya HAM warga negara.

 

sumber :

Terjemahan

Indonesian English German Dutch Portuguese Russian Greek Brazilian French Spanish Arabic Korean